Maraknya pemberitaan soal mafia tambang yang menggunakan modus hostile take over memancing reaksi dari pihak yang terlibat dalam sengketa saham PT Citra Lampia Mandiri (CLM), perseroan tambang nikel di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Zainal Abidinsyah Siregar (ZAS), pihak yang selama ini disebut telah mengambil alih paksa PT CLM, melalui kuasa hukumnya Dian Pongkor bersikukuh mengklaim sebagai pemilik baru CLM. Mereka menuding Helmut Hermawan, (Dirut CLM yang digulingkan), telah bertindak melawan hukum.
Atas tudingan tersebut, tim kuasa hukum PT CLM Kubu Helmut Hermawan mengeluarkan pernyataan sebagai berikut: ”Pernyataan rekan Advokat Dion Pongkor sebagai kuasa hukum Zaenal Abidinsyah Siregar yang menyebutkan ‘Pasalnya, surat Kemenkumham itu secara otomatis memberlakukan Akta Nomor 07 tanggal 13 September 2022, dan mencabut surat perubahan Anggaran Dasar dan perubahan data PT. CLM melalui Akta No. 09 tanggal 14 September 2022’, secara tidak langsung sudah mengakui kesalahan kliennya,” tulis Tim Kuasa Hukum PT CLM kubu Helmut Hermawan, yang beranggotakan Didit Hariadi, SH, Yus Dharman, SH., MM, dan Yusri Palammai, SH, M.Kn dalam rilisnya kepada media, Selasa (27/12/2022).
Surat yang dimaksud disebut cacat hukum lantaran diterbitkan berdasarkan dokumen akta yang telah dipalsukan.
Pernyataan tim kuasa hukum PT CLM kubu Helmut Hermawan disampaikan menanggapi pernyataan Dian Pongkor, kuasa hukum manajemen CLM kubu ZAS, yang dimuat beberapa media akhir pekan lalu.
Heboh soal modus hostile take over yang dilakukan mafia tambang itu sendiri, berawal dari pernyataan yang dilontarkan oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso. Modus tersebut menunjuk pada upaya paksa pencaplokan satu perseroan dengan menggunakan proses hukum yang seolah-olah legal.
”Proses ini biasanya didahului dengan perjanjian yang dibuat antara perusahaan tambang yang memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan) dengan memunculkan pihak ketiga sebagai pihak yang membuat perjanjian,” kata Sugeng dalam diskusi media di Jakarta, Rabu (21/12/2022).
Sebagai contoh, Sugeng menunjuk hostile take over yang dilakukan terhadap PT CLM pimpinan Helmut Hermawan tersebut.
Tim Kuasa Hukum CLM Helmut Hermawan memaparkan, sesuai ketentuan Undang-Undang Perseroan, yakni UU No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, terbitnya Surat Kementerian Hukum dan HAM RI Dirjen AHU No.AHU.UM.01.01-1430 tanggal 31 Oktober 2022 terjadi karena adanya perubahan Anggaran Dasar dalam Akta No. 07 tanggal 13 September 2022.
Padahal, perubahan anggaran dasar yang dilakukan kubu Zainal Abidinsyah itu cacat hukum, karena diduga ada pemalsuan tanda tangan Emmanuel Valentinus Domen dalam permohonan pembukaan blokir PT APMR.
“Selain itu, dalam penyelenggaraan RUPS dan RUPS-LB juga tidak pernah dilakukan pemanggilan kepada Thomas Azali dan Ruskin selaku pemegang saham dan mereka juga tidak pernah diminta persetujuannya, demikian juga terhadap direksi dan komisaris APMR,” tambah Didit Hariadi, dkk.
Dengan tidak terpenuhinya kedua persyaratan tersebut, tim kuasa hukum Helmut berpendapat, Akta No. 07 tanggal 13 September 2022, dan terbitnya Surat Kementerian Hukum dan HAM RI Dirjen AHU No.AHU.UM.01.01-1430 tanggal 31 Oktober 2022 otomatis cacat hukum.
Penyerobotan dan Pemalsuan Dokumen
Lebih laanjut, Didit Hariadi dkk menambahkan, terbitnya Surat Kementerian Hukum dan HAM RI Dirjen AHU No.AHU.UM.01.01-1430 tanggal 31 Oktober 2022 dan pengesahan akta mereka telah dijadikan alasan bagi ZAS dkk untuk memaksa masuk ke dalam pekarangan kantor dan dermaga (jetty) CLM pada 7 November 2022.
Dengan memperlihatkan surat tersebut, mereka mendeklarasikan diri seolah-olah ZAS adalah Direktur Utama CLM yang baru, menggantikan Helmut Hermawan. Surat itu berasal dari Akta Nomor 6 tanggal 13 September 2022 yang dibuat di hadapan Notaris Oktaviana Kusuma Anggraini.
Yang harus dicatat, lanjut Didit Hariadi dkk, perubahan akta yang diawali dengan RUPS ilegal tersebut tanpa didahului dengan pemanggilan terhadap Direksi dan Komisaris sehingga tidak dihadiri oleh Helmut dkk. ”Sehingga, secara nyata, RUPS tersebut cacat hukum, karena tidak sesuai dengan Pasal 105 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,” tulis Didit.
Pada tanggal yang sama, Zainal Abidinsyah diduga telah dengan sengaja melakukan tindak pidana penyerobotan dengan membawa segerombolan orang yang diduga preman untuk menguasai kantor CLM yang berada di Malili, Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Terkait kasus tersebut, pada 28 November 2022, Helmut telah mengadukan ZAS ke Bareskrim Polri di Jakarta, menyusul kemudian ke Sekretaris Menpolhukam. Zainal dilaporkan dengan dugaan telah melakukan tindak pidana pemalsuan data otentik dan tindak pidana penyerobotan lahan milik CLM.
Helmut merasa perlu melaporkan kasus ini di dua instansi pemerintah itu, karena perseroannya telah diambil secara ekstra yudisial dengan cara kekerasan. Kasus ini semakin membuat miris lantaran mereka beroleh perlindungan dari oknum aparat penegak hukum.