Mantan Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Thomas Azali membantah dirinya memalsukan tanda tangan Jumiatun van Dongen dalam sengkarut kasus PT Asia Pacific Mining Resources (APMR) dan Helmut Hermawan. Thomas sebelumnya dilaporkan Jumiatun melalui suaminya Willem Jan van Dongen ke Bareskrim Polri.
“Jadi laporan dari Jumiatun, yang seperti kita baca di berita, bahwa ada pemalsuan tanda tangan itu sama sekali tidak benar,” kata Thomas kepada wartawan di Jakarta, Senin 17 April 2023.
Ia menegaskan bahwa sejak tahun 2000, dirinya telah ditunjuk sebagai direktur PT APMR. “Mulai dari namanya Asia Pasific Mining dan berubah nama menjadi PT APMR pada tahun 2005. Saya menjalankan perusahaan sekaligus memegang saham di situ. Karena beliau ini (Willem) kan orang asing, beliau juga nggak mau ambil risiko, jadi saya tanggungjawab semuanya,” kata dia.
Dikarenakan PT APMR tidak memiliki tambang, kata dia, pada tahun 2007 perusahaan mengakuisisi salah satu tambang nikel di Sulawesi, milik Citra Lampia Mandiri. “Yakni tambang untuk bijih besi, nah itu kita PT APMR Asia Pasific Mining Resources pemegang saham 85 persen, sisanya 15 persen itu adalah partner lokal yang namanya Bapak Isrullah,” ia menjelaskan.
Menurut Thomas, yang patut diduga melakukan pemalsuan tanda tangan adalah Willem. Dia juga, masih menurut Thomas, melakukan pembohongan dengan menuding Thomas Azali dan Helmut Hermawan tidak melakukan pembayaran sama sekali dalam proses pengalihan saham.
“Kami tidak bohong, kami sudah bayar dan ada lagi dana yang kami berikan sebanyak Rp16 miliar dari total yang kami perjanjikan untuk diberikan kepada dia sebesar 5 juta US dollar atau sekitar Rp 70 miliar. Buktinya udah jelas ada, bisa dicek ke bank, bukti rekapannya juga ada. Gimana ceritanya kok kami dianggap bohong dan dia juga tidak pernah protes sebelumnya,” katanya.
Ia pun mengungkapkan ada sosok berinisial S yang diduga melakukan banyak penyelewengan dalam perusahaan PT CLM selama ini. “S ini bekas pengacara kami terus kami angkat dia jadi direktur bagian dari kami, tapi dia mengkhianati kepercayaan kami.
Banyak penyelewengan dalam hal keuangan yang dia lakukan, banyak hal hal yang tidak pada tempatnya dilakukan di lapangan dengan mengangkat saudara saudaranya kerja di situ, yang nggak bisa apa apa yang nggak ngerti apa apa, digaji mahal, pemborosan dan segala macamnya.
“Akhirnya kita berhentikan, dia marah, ngamuk dan berbalik memihak pihak PT Assera Capital milik Zainal Abidin lalu menyerang kami,” kata dia.
Lebih lanjut Thomas mengemukakan bahwa sosok pengacara S ini diketahui memiliki kedekatan dengan para petinggi di beberapa institusi penegakan hukum sehingga sangat mudah baginya menjerumuskan Helmut dan kawan kawan.
“Kini jerih payah dan cucuran keringat kami selama bertahun tahun hilang begitu saja. Keadilan rasanya semakin tak teraih oleh kami yang bukan siapa siapa ini. Sejatinya kami hanya ingin bekerja dan mencari penghidupan, bukan mencari lawan. Seharusnya para petinggi negeri ini tidak membiarkan kasus kami menjadi preseden buruk investasi di Indonesia.” Thomas mengakhiri.