Mabes Polri diminta turun tangan untuk mengusut pencemaran Sungai Malili di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), Sulawesi Selatan yang diduga dampak aliran limbah perusahaan tambang nikel PT CLM.
Desakan itu disampaikan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Sulawesi Selatan (Walhi Sulsel) agar aparat kepolisian serius untuk mengecek kualitas air yang mengalir di sepanjang Sungai Malili. Begitu juga melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang terkait di perusahaan tambang tersebut untuk digali keterangannya.
“Kami mendesak Mabes Polri, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), agar melakukan investigasi melakukan pengecekan terhadap kualitas air, tapi tidak pernah dilakukan oleh Polda. Tidak pernah dilakukan oleh para penegak hukum dan pemerintah setempat,” kata Direktur Walhi Sulsel Muhammad Al Amin, dalam keterangannya, Kamis 4 Mei 2023.
Walhi Sulsel berharap aparat penegak hukum diminta untuk mengecek kualitas air Sungai Malili Luwu Timur. Padahal, pihaknya terus berupaya mendorong penyelidikan aparat.
“Nah ini yang menjadi pertanyaan berat kami. Ada apa di perusahaan PT CLM itu sangat dilindungi penegak hukum, maupun instansi pemerintah lokal, dalam hal ini pemerintah daerah di Luwu Timur,” ujarnya.
“Karena belum pernah ada penegakan hukum lingkungan diberikan kepada PT CLM, padahal pencemaran di sungai itu sudah terjadi berkali-kali,” sambung Al Amin.
Ia menduga salah satu pemegang saham di perusahaan itu berinisial Haji S dan ZAS selaku Direktur Utama PT CLM tersebut. Adapun PT CLM merupakan perusahaan tambang nikel yang terletak di Desa Pongkeru Kecamatan Malili Kabupaten Luwu Timur.
Dia menduga kondisi warna air yang mengalir di Sungai Malili menjadi coklat akibat aktivitas tambang PT CLM yang terkontaminasi lumpur bekas tambang yang kemudian masuk ke Sungai Pongkeru dan mengalir sampai Sungai Malili. Namun, Walhi Sulsel unsur jenis logam yang mengalir ke Sungai Malili tersebut.
“Nah, tapi kita belum tahu kandungan atau unsur jenis logam berat apa saja yang masuk ke Sungai Lampia itu. Kalau yang kita tahu kan baru warnanya berubah, dari bening jadi cokelat, sudah pasti lumpur yang masuk,” katanya.
Menurutnya, satu-satunya cara menyelamatkan keberlangsungan hidup nelayan dan ekosistem hewan yang berada di Sungai Malili adalah memberhentikan aktifitas tambang tersebut.
“Tapi sekali lagi saya ingin menyampaikan ke publik bahwa jalan keluar agar Sungai Malili tidak tercemar cuma satu, hentikan kegiatan tambang nikel PT CLM,” ujar dia.
Dampak pencemaran di Sungai Malili tersebut menyebabkan masyarakat di Desa Wewang Riu, tidak bisa menangkap ikan. Kabarnya air yang bercampur dengan lumpur menjadikan ikan menjauh dari sungai.
“Karena lumpurnya masuk ke sungai dan mencemari sungai Malili, ikannya menjauh ke tengah laut,” tambahnya.
Saat ini Walhi sedang menunggu alat pengecek kadar kandungan air yang didatangkan dari luar negeri. Hal tersebut dilakukan untuk melihat tingkat parahnya pencemaran Sungai Malili.
“Tapi kita tidak tahu kandungan airnya gimana, apakah terpapar logam berat atau cuman terpapar lumpur, nah itu yang kami ingin ketahui. Karena jika terpapar logam berat maka itu sudah pelanggaran berat,” tandas dia.
Sumber: Berita Subang Pikiran Rakyat