Jakarta – Indonesia Police Watch (IPW) mencium adanya dugaan kriminalisasi dalam penetapan mantan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pemegang IUP.
“Polisi diduga menjadi instrumen hukum untuk menindas, mengintimidasi dan mengkriminalisasi Helmut Hermawan seorang pengusaha tambang pemegang IUP agar menyerah dalam memperjuangkan miliknya atas PT CLM,” kata Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso dalam keterangannya, Sabtu (25/2).
Sugeng mengatakan jika dugaan pembungkaman tersebut, terlihat nyata dengan ditahannya Helmut oleh Polda Sulsel setelah mengeluarkan surat penangkapan tanpa memperlihatkan surat penetapan tersangka.
Sugeng pun meminta agar dugaan kriminalisasi oleh pihak kepolisian itu menjadi perhatian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan pemerintah melalui Menkopolhukam Mahfud Md.
“Kepolisian wajib membuktikan bahwa sinyal polisi sebagai pengabdi mafia yang pernah dilansir Kamarudin Simanjuntak adalah tidak benar,” lanjutnya.
IPW menilai jika penahanan terhadap Helmut menggunakan Pasal 159 UU Minerba, harusnya dikenakan juga terhadap Direksi PT CLM saat ini.
Merujuk pada UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Permen ESDM lalu Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perijinan, Dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara maka perbuatan Helmut bukanlah tindak pidana melainkan pelanggaran administratif.
“Sebab, Hak Kewajiban dan Larangan Pemegang IUP ada di Pasal 59 sampai dengan Pasal 69 Peraturan Menteri, termasuk di dalamnya adalah mengenai penyusunan dan penyampaian RKAB (Rencana Kerja Anggaran Biaya),” lanjutnya.
Menurutnya, Kapolri harus menyelidiki adanya dugaan pembungkaman dan kriminalisasi terhadap Helmut Hermawan.
Untuk itu, IPW pun berharap agar Jenderal Sigit memberikan penjelasan dan perlindungan pada warga negara yang ditindas dengan menggunakan instrumen kewenangan polisi karena adanya pihak ketiga yang mempunyai kekuatan ekonomi besar.
Sehingga menurutnya, kasus dugaan kriminalisasi ini akan menurunkan citra Institusi Polri, serta membuat publik tak percaya lagi terhadap Polri.
Sebelumnya, Kuasa Hukum PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Dion Pongkor meminta semua pihak menghormati aparat penegakan hukum (APH) yang tengah dijalankan kepolisian terhadap mantan Direktur Utama (Dirut) PT CLM, Helmut Hermawan.
Menurut dia, penetapan tersangka dan penahanan yang dilakukan kepolisian terhadap Helmut dilakukan sesuai prosedur hukum acara.
“Karenanya, kami menyesalkan adanya kegaduhan yang dibuat oleh pihak yang membangun opini dengan menyebut kepolisian telah melakukan pembungkaman, penindasan, mengintimidasi, dan mengkriminalisasi Helmut Hermawan,” ujar Dion saat dihubungi, Jumat (24/2).
Dijelaskannya, penahanan Helmut oleh Polda Sulawesi Selatan (Sulsel), dilakukan setelah mantan Dirut PT. CLM itu menjalani pemeriksaan di Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Markas Besar Polri, di Jakarta, Rabu (23/2).
Helmut dinyatakan ditahan, berdasar surat perintah penangkapan bernomor SP.Kap/ 08 /II/RES.5./2023/Ditreskrimsus.
“Penyidik menduga, Helmut sengaja memberi laporan tidak benar dan menyampaikan keterangan palsu tentang pertambangan yang dilakukan oleh Helmut saat menjabat Dirut PT CLM di Kabupaten Luwu Timur (Lutim), sesuai Pasal 159 UU Minerba dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar,” urai dia.
Lebih lanjut, Dion juga menyesalkan adanya pendapat sejumlah pihak yang menuding Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) ‘bermain’, karena mengeluarkan pengesahan atas pelaksanaan penetapan eksekusi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan usai bersengketa di BANI yang dimenangkan oleh Zainal Abidinsyah Siregar.
Menurut dia, Kemenkumham tidak mungkin mengambil keputusan tanpa melalui proses atau tahapan yang sesuai dengan aturan perundang-undangan.
“Selain aparat penegak hukum, kami juga memiliki banyak data dan bukti tentang kejahatan yang telah dilakukan Helmut. Karenanya, kami akan terus melakukan berbagai upaya hukum, agar Helmut mempertanggungjawabkan semua kesalahannya,” tegas dia.
Dion menambahkan, manuver sejumlah pihak yang membela Helmut secara membabi buta, dapat mengarah pada tindakan obstruction of justice, yaitu menghalang-halangi penegakan hukum dan dilakukan sebagai perlawanan terhadap adanya keputusan hukum yang bersifat tetap dan mengikat.
Dion selanjutnya mengingatkan pihak yang terkesan menjadi juru bicara Helmut agar tidak asal bunyi dengan menunggangi lembaga publik, termasuk Indonesia Police Watch (IPW) pimpinan Sugeng Teguh Santoso.
“Pelajari dulu semua fakta hukum. Kalau dipelajari dengan benar, justru langkah-langkah yang dilakukan Helmut selama ini tidak berada pada koridor hukum. Ia mengkerdilkan hukum dengan melibatkan pihak-pihak dan institusi yang tidak relevan dengan tugas penegakan hukum,” cetusnya.
Dalam negara hukum, sambung dia, pembelaan atas pelanggaran terhadap hak warga negara harus dilakukan dalam bentuk upaya hukum, bukan membuat kegaduhan di ruang publik dan menuding aparat penegak hukum sebagai pelanggar hukum.
“Buka di pengadilan jika memang memiliki bukti yang kuat. Jangan sampai, karena tidak memiliki dalil dan bukti yang kuat, teriak di publik dengan membuat tudingan serampangan,” tegasnya.
“Kalau mereka mau protes, ya lakukan secara hukum. Bukan membangun opini seakan dia dizalimi, atau menuding sejumlah lembaga negara sebagai mafia, atau melakukan tindakan sewenang-wenang. Kan ada salurannya. Jangan sampai, Helmut ini terkesan mafia teriak mafia,” sambungnya.