Kuasa Hukum Helmut Hermawan, Rusdianto menanggapi laporan Indonesia Police Watch (IPW) soal dugaan pemerasan dalam jabatan oleh Wamenkumham EOSH yang dikaitkan dengan kliennya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Rusdi pun membeberkan fakta bahwa kliennya diduga telah diperas sehingga terjadilah transaksi pemberian sejumlah dana kepada Wamenkumham EOSH melalui asisten pribadinya (Aspri).
“Kami menghormati tindakan IPW untuk melaporkan ke KPK karena hal tersebut adalah tupoksi IPW sebagai pengawas penegakan hukum. Namun ada hal yang patut kami garis bawahi yaitu posisi klien kami Helmut Hermawan adalah sebagai korban pemerasan mengingat awalnya tidak ada niatan sedikitpun untuk memberikan sejumlah dana kepada oknum pejabat yang dilaporkan oleh IPW tersebut,” kata Rusdi dalam keterangannya.
Rusdi pun menjelaskan terkait dengan kronologis pemberian dana senilai Rp 7 miliar kepada Wamenkumham EOSH.
Awalnya, kata dia, pihak PT CLM meminta waktu untuk konsultasi terkait dengan permasalahan yang dialami Helmut Hermawan yang tengah bermasalah dengan pihak ZAS, saat ini sebagai direktur utama PT CLM yang baru.
“Saat itu pak Wamen membawa sekaligus dua orang asprinya di dalam pertemuan, nah dua asprinya itu juga hadir di dalam satu ruangan. Wamen mengatakan bahwa terhadap persoalan PT CLM ini dia mengamanatkan kepada dua orang Aspri yang dianggap sebagai orang kepercayaannya. Nah, pada saat itu konon tersebutlah angka sebagai biaya,” kata dia.
Menurutnya, biaya tersebut muncul dari pihak Wamen, namun ia tak tahu apa peruntukannya. Lebih lanjut Rusdi mengatakan jika jumlah dana senilai Rp7 miliar tersebut diberikan secara bertahap sebanyak tiga kali.
“Sampailah Rp 7 miliar yang semuanya diberikan melalui afiliasinya pak Wamen. Pertama itu sejumlah Rp 2 miliar melalui rekening, lalu Rp2 miliar lagi lewat rekening, baru yang Rp 3 miliar cash dalam bentuk mata uang asing yang diserahkan di ruangan asistennya itu, asprinya,” tambahnya.
“Dana tersebut diberikan semata-mata hanya mengabulkan permintaan Pak Wamen karena klien kami sangat menghormati beliau, sehingga ia takut bila tidak memberikannya maka akan dianggap tidak sopan dan terkesan tidak menghargai, walaupun sebenarnya klien kami sedang dalam kondisi keuangan yang tidak baik”.
Meskipun sejumlah dana tersebut telah diberikan, ternyata masalah yang dihadapi oleh Helmut Hermawan tak kunjung selesai. Salah satu pangkal permasalahannya adalah pengurusan administrasi di Ditjen AHU (Administrasi Hukum Umum).
Rusdi juga mengatakan bahwa konsekuensi dari kliennya yang gagal mengurus perizinan di Ditjen AHU telah membuat perusahaan tersebut berhasil ditake over oleh pihak ZAS.
“Karena diambil sama lawan, akhirnya akta kita yang terdaftar itu dikeluarkan dan akta lawan yang masuk. Maka akan secara formalitas kita dianggap tidak terdaftar kan,” katanya.
Dengan tidak terdaftarnya pengajuan yang dilakukan oleh kliennya, mengakibatkan seluruh akta yang pernah dilahirkan saat masih terdaftar di AHU menjadi ilegal.
“Konsekuensinya mengakibatkan seluruh akta yang pernah dilahirkan ketika kita terdaftar di AHU itu menjadi 10 laporan pidana, karena dianggap ilegal yang awalnya RUPS kita legal karena kita dikeluarkan maka dia yang masuk, berarti kan dapat dikatakan kita menjadi ilegal. Padahal prosesnya di Ditjen AHU sangat ajaib!” sambungnya.
Rusdi meyakini adanya indikasi kriminalisasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap kliennya yaitu Helmut Hermawan.
“Nah, kami berharap pihak kepolisian bisa menjunjung slogan ‘presisi’ yang selama ini didengungkan dengan bertindak secara fair tanpa keberpihakan pada pihak dan atau seseorang tertentu, semua orang juga sudah tahu kalau di belakang semua ini ada peran besar dari pengusaha di Kalimantan,” kata dia.
Saat itu, pihaknya pun meminta agar kepolisian bersikap netral dan tak memproses berbagai laporan pidana kepada kliennya, karena dirinya sedang mengajukan perbuatan perdata.
“Jadi sesuai dengan aturan perundangan maka pidananya harus dihentikan dulu menunggu perkara perdatanya inkraht. Untuk diketahui, saat ini kami sedang mengajukan gugatan keperdataan dan gugatan tata usaha negara,” katanya.
“Hukum agak sulit untuk bergerak karena tersandera dengan berbagai kepentingan orang-orang besar itu. Malah ada karyawan yang ditahan karena dugaan pencurian dokumen di perkara yang lain. Beberapa diantaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sudah ditahan. Ini kan sebagai suatu hal yang tidak wajar, yang diperlihatkan dihadapan publik adalah penegakan hukum, namun sebenarnya semua ini adalah persekusi hukum!” kata dia.
Menurutnya, nasib seseorang tak boleh dipermainkan, hak asasi serta nama baik kliennya telah dihancurkan. Bahkan, pihak keluarga pun kini menjadi sulit. Sehingga menurut Rusdi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus turun tangan merespon permasalahan tersebut.
Karena menurutnya, masalah tersebut akan membuat dilematis bagi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan kondisi Polri yang saat ini bertubi-tubi mengalami permasalahan semenjak kasus Ferdy Sambo.
“Jadi saya sangat berharap agar Presiden dan Menkopolhukam segera turun tangan, hukum di Negara ini sudah diacak-acak demi kepentingan bisnis belaka. Bila masyarakat ingin mengetahui kronologi kasus Helmut Hermawan, silahkan kunjungi website www.helmuthermawan.com,” lanjutnya.
Wakil Menteri Hukum dan Ham (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan, laporan yang disampaikan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso atas dugaan penerimaan gratifikasi adalah persoalan profesional antara asisten pribadinya (aspri) dengan IPW.